Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kontroversi film Kiblat: Produser minta maaf, janji ganti poster dan judul

Kontroversi film Kiblat: Produser minta maaf, janji ganti poster dan judul




Setelah dikecam dan menimbulkan kontroversi lantaran dianggap mengeksploitasi agama demi meraup keuntungan, pihak pembuat film Kiblat akhirnya meminta maaf. Mereka juga berjanji mengubah judul dan mengganti poster film tersebut.

Pernyataan itu disampaikan produser film Kiblat, Agung Saputra, melalui keterangan tertulis kepada media, Kamis (28/03).
Sehari sebelumnya, Rabu (27/03), pihak rumah produksi Leo Picture - penanggungjawab film Kiblat - mendatangi kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta.
Mereka bertemu dan berdialog dengan Ketua MUI bidang dakwah, Cholil Nafis.
Cholil adalah sosok yang sejak awal menyebut film itu sebagai "kampanye hitam terhadap ajaran agama".

Kritikan itu dia sampaikan berdasarkan tampilan poster dan judul filmnya. Dia mengaku belum melihat isi filmnya.
Di hadapan Cholil, Agung Saputra mengakui judul dan poster film itu telah menciptakan salah paham kepada berbagai pihak.
Dalam pertemuan itu, MUI kemudian memberikan banyak saran positif terhadap film itu, antara lain, tentang tampilan poster dan judulnya, ungkap Agung.
"Mengingat isi film ini sebenarnya merupakan syiar yang baik untuk masyarakat, namun poster dan judulnya menciptakan salah paham kepada berbagai pihak," ujar Agung dalam rilisnya.
Untuk itulah, Agung dkk berjanji mengganti judul dan poster film Kiblat.
"Agar kegaduhan ini tidak berkepanjangan dan menggangggu ibadah puasa kita," jelas Agung.
Pada pertemuan dengan Cholil itu, rumah produksi Leo Pictures lantas meminta maaf atas kegaduhan setelah beredarnya poster dan trailer film horor itu, tambahnya.
"Mohon maaf sebesar-besarnya kepada para pihak atas kegaduhan yang terjadi beberapa hari ini," tulis Agung.
Poster film Kiblat menggambarkan sosok perempuan mengenakan mukena saat posisi rukuk dalam salat. Wajah sang perempuan itu terlihat menyeramkan.

MUI akui minta 'produser minta maaf, ganti poster dan judul'

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Secara terpisah, Ketua MUI bidang dakwah, Cholil Nafis, membenarkan bahwa dirinya sudah bertemu dengan tim produser film Kiblat.
Hal itu dia ungkapkan di Instagram miliknya. Cholil membenarkan pula bahwa Agung Saputra dkk telah meminta maaf dan berjanji mengganti judul dan posternya.
"Tim Kiblat ini menyelesaikan polemik di masyarakat dan memohon maaf atas terjadinya kegaduhan," tulis Cholil.
Dia menjelaskan, tim produser film dalam pertemuan itu memaparkan isi film, proses pemilihan judul dan poster.
"Termasuk soal penyebab adanya kontroversi di masyarakat tentang judul film dan posternya," ungkapnya.
Cholil mengaku dirinya yang mengusulkan supaya Agung Saputra dkk menyiarkan permintaan maaf dan mengganti judul dan posternya.
"Sedangkan isi filmnya tentu diserahkan kepada Lembaga Sensor Film (LSF) untuk menilai dan meloloskannya," papar Cholil.
Dia kemudian menambahkan, pihak produser film menandatangani surat permohonan maaf dan berjanji mengubah judul film dan posternya.
"Mudah-mudahan bisa mengakhiri kontroversi dan kreasi anak bangsa tetap jalan pada koridornya," tandas Cholil di Instagramnya.

Seperti apa sinopsis film Kiblat?
Sejumlah media melaporkan, film Kiblat mengisahkan seorang perempuan bernama Ainun yang tinggal di sebuah kampung.
Dia digambarkan tinggal bersama kakak orang tuanya. Sang tokoh utama ini disebutkan tidak mengetahui siapa orangtua kandungnya.
Dalam film, Ainun mengagumi sosok pemimpin sebuah padepokan di Kampung Bumi Suwung.
Nama pemimpinnya Abah Mulya yang digambarkan "sangat sakti".
Dia mampu menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita orang-orang. Dan, Abah juga mampu menggandakan uang.
Lantaran kagum kepada sosok Abah, Ainun dan sahabatnya, Rini, kemudian meniru gaya hidup Abah Mulya.
Tapi situasi berubah setelah Abah Mulya meninggal dan Ainun mengetahui bahwa sang sosok itu adalah ayah kandungnya.
Dia memutuskan untuk mencari tahu tentang Abah Mulya di padepokannya.
Dalam proses pencariannya itulah, Ainun justru menemukan hal-hal yang mengganjal, di antaranya, di sana tidak pernah ada orang yang azan dan salat.
Dari sinilah Ainun mengetahui bahwa sosok dikagumi sekaligus ayah kandungnya itu justru mengajarkan kesesatan dan menjauhkannya dari kiblat.
Ainun lantas berusaha melepaskan diri dari aliran sesat tersebut, demikian petikan sinopsi film Kiblat.

Mengapa film Kiblat dikritik?
Sebelumnya, sejumlah anggota masyarakat mengecam poster dan judul film Kiblat yang disebut mengeksploitasi agama demi meraup keuntungan semata.
Ketika polemik ini memanas, sutradara Bobby Prasetyo dan rumah produksi Leo Pictures memilih bungkam atas kritikan tersebut.
Adapun Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Ervan Ismail, mengatakan Kiblat belum lulus sensor dan masih tahap peninjauan sehingga harus dikembalikan ke rumah produksi. Kendati dia menyebut pihaknya memberikan banyak catatan atas film ini.
Sejak dirilis pada Kamis (21/03) lalu, film Kiblat menuai tanggapan negatif dari kalangan sineas, warganet, dan kini tokoh agama.
Di media sosial X, misalnya kebanyakan komentar yang muncul menyebutkan film horor berbau agama ini tidak mendidik, menistakan agama, dan hanya menakuti-nakuti orang sehingga takut untuk beribadah.
Pasalnya di film ini ada adegan saat si tokoh melakukan rukuk, tiba-tiba saja tubuhnya membalik hingga kepalanya menghadap ke atas.
Seperti yang dicuitkan @ManBehindThe9un, "film ini masuk sebagai penistaan agama karena menampilkan gerakan salat rukuk dengan penggambaran iblis atau setan."

Kemudian ada ustaz Hilmi Firdausi @Hilmi28 yang bilang, "dengan segala hormat kepada para pembuat produser film Indonesia, tolong hentikan membuat film horor seperti Kiblat ini. Sama sekali tidak mendidik, bahkan membuat sebagian orang jadi takut salat... dulu kejadian yang sama terjadi pada sekual film Makmum, Khanzab."

Meskipun ada juga yang menilai pesan yang ingin disampaikan dari film ini baik, hanya saja tertutupi oleh poster yang disebut menyeramkan.

Selain dari warganet, sineas sekaligus sutradara Gina S Noer juga menunjukkan keresahannya terhadap film-film horor Indonesia bertema agama yang tayang belakangan ini.
Dia menilai film-film tersebut "sudah masuk ke ranah eksploitasi agama, terutama agama Islam."
"Kebanyakan film horor menggunakan salat, doa, zikir, dan lain-lain cuma jadi plot devices murahan untuk jumpscare karakternya diganggu setan," ucapnya dalam unggahan di Instagram.
"Sehingga kelemahan iman bukan lagi menjadi eksplorasi kritik terhadap keislaman yang dangkal tapi cara dangkal biar cepat seram," sambungnya.

Gina lantas membandingkannya dengan film horor Korea Selatan berjudul Exhuma yang baru tayang. Ia mengaku menyukai film ini karena karakter utama dalam Exhuma memiliki keyakinan yang menjadi modal untuk melawan iblis atau setan.
Bahkan, ungkapnya, kepercayaan si karakter utama kemudian jadi titik tolak untuk bicara soal nasionalisme Korea.
Bagi Gina, adegan seram yang melibatkan ritual ibadah bisa berdampak buruk pada penonton. Sebab klaimnya, tidak sedikit yang mengaku takut untuk salat setelah menonton film horor tertentu.
"Apalagi konteks tingkat literasi masyarakat kita. Tanggung jawab filmmaker bukan cuma balikininvestasi tapi juga impact ke kebudayaan."
Film Kiblat menyinggung agama?
Polemik atas kehadiran Kiblat tak berhenti di situ.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, Cholil Nafis, terang-terangan menyebut film horor tersebut tidak boleh tayang di bioskop.
Cholil Nafis mengaku belum mengetahui isi filmnya sehingga tidak bisa berkomentar.
Tapi yang dia soroti adalah poster dari film tersebut yang disebut seram.
"Gambarnya seram kok, judulnya kiblat ya," ucapnya seperti yang diunggah di Instagram.

"Saya buka-buka arti kiblat hanya ka'bah, arah menghadapnya orang-orang salat. Kalau ini benar sungguh film ini tak pantas diedar dan termasuk kampanye hitam terhadap ajaran agama maka film ini harus diturunkan dan tak boleh tayang," sambungnya.
Cholil Nafis juga melontarkan kritik kepada rumah produksi Leo Pictures yang disebutnya "acapkali menggunakan promosi sensitif dan kontroversi agar menarik perhatian dan banyak penonton".
Seringkali, klaimnya, reaksi keagamaan dimainkan oleh pebisnis untuk meraup untung materi.
"Yang seperti ini tak boleh dibiarkan, harus dilawan," katanya.
Hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari sutradara maupun Leo Pictures atas penolakan dan kritikan yang ada.
Namun pada Sabtu (23/03) tim produksi film Kiblat memutuskan untuk menarik poster dan trailer film KIblat dari peredaran. Meskipun belum ada hari rilis.
Seperti apa film yang disebut mengeksploitasi agama?
Kritikus film, Hikmat Darmawan, mengatakan film-film mengeksploitasi agama bukan hanya terjadi pada genre horor. Tapi juga drama religi.
Pasalnya film bertema agama baik dibalut dengan horor ataupun drama masih menjadi favorit di kalangan penonton sehingga bisa mendapatkan keuntungan besar.
Karena itulah, katanya, para produser latah membuat film serupa.

Paling aman sekarang film apa? Sekarang horor, komedi agak naik setelah adanya film Agak Laen, lalu drama religi. Jadi eksploitasi bisa terjadi di genre horor maupun drama religi. Tapi eksploitasi seringkali bermakna negatif karena betul-betul menguras," jelas Hikmat Darmawan kepada BBC News Indonesia, Senin (25/03).
Di Indonesia, katanya, mulai banyak bermunculan film-film horor bertema agama setelah kehadiran Makmum pada tahun 2019.
Film ini mengisahkan penghuni asrama perempuan yang mengalami serentetan gangguan gaib setiap kali menjalankan ibadah salat malam.
Dari situ film yang memuat ritus-ritus, waktu-waktu sakral, hingga simbol agama Islam menjadi perpaduan yang jitu untuk diramu sajian horor.
Sebut saja film Waktu Maghrib, Khanzab, Qodrat, Roh Fasik, Menjelang Ajal yang sebagian besar posternya menampilkan si tokoh memakai mukena atau sedang salat.

"Coba kalau Waktu Maghrib diganti jadi Kala Maghrib dan dipisahkan dari segala poster berdarah-darah, kan netral. Di titik itu sudah ada ketidakjelasan apakah itu sebuah niat bisnis yang sehat atau eksploitasi."
Menurutnya, sebuah film dikatakan mengeksploitasi agama ketika dibuat tanpa riset yang baik, ide cerita yang kurang kuat, dan hanya menakut-nakuti penonton.
Sebuah film -apapun genrenya- harus melalui riset, ungkapnya, bahkan kalau perlu didampingi oleh pakar dalam membuat adegan. Tujuannya agar alur cerita tidak asal-asalan dan punya pesan yang ingin disampaikan.
"Misalnya contoh film horor yang ada riset dan bagus, Qodrat. Pihak film menyertakan konsultan dari santri. Akhirnya dari segi pembacaan ayat saat rukiah, beres."
"Karena merukiah itu kepercayaan sebagian umat Islam di Indonesia dan ucapannya harus benar."

Posting Komentar untuk "Kontroversi film Kiblat: Produser minta maaf, janji ganti poster dan judul"